Senin, 02 Desember 2013

Anakku

Anakku,
Apa kabarmu sayang?
Rasanya tak sabar menunggu kehadiranmu
Ditengah-tengah kehidupan kami
Menggendongmu kesana kemari
Menimangmu dengan berjuta sayang
Tak lupa bermain 'Ci Luk Ba' dengamu

Anakku,
Sedang apa dirimu sayang?
Rasanya tak sabar aku kau panggi bapak
Membayang lugu polahmu bermain
Bermanja merengek minta permen
Tak lupa tangis 'mewek' mu ingin kulihat

Anakku,
Bapak Ibu menunggu hadirmu

Probolinggo, 28 Nopember 2013

Rabu, 27 November 2013

Ingin Benar-benar Rindu

Ingin kukatakan rindu
Tapi aku tak bisa
Aku belum benar-benar rindu

Ingin kuungkapkan cinta
tapi aku tak bisa 
Aku belum sepenuhnya cinta

Kusebut namamu lidah ini kelu
Belum bisa membangunkan hati
Kubaca sirahmu mata ini sayu
Belum bisa menumbuhkan cinta

Ya Rasulullah....
Aku ingin benar-benar rindu padamu
Aku ingin benar-benar cinta padamu
Rinduku yang segunung ini ingin kuhaturkan untukmu
Cintaku yang memenuhi lautan ingin kupersembahkan untukmu.


Bantaran, 1 Nopember 2013

A M A R A H

Amarahku
Seperti alap-alap di atap awan

Berputar mengitari angkasa
Berlomba dengan kebut angin
Menukik!
Menyambar!
Seekor anak ayam terenggut
kuat oleh cakar nafsu

Tinggal serak-serak darah
Memenuhi hamparan tangan pertiwi


Probolinggo, 12 Nopember 2013

Senin, 11 November 2013

Selamat Jalan Lek Saham

alm. Lek Saham

Di Subuh ini

Kabar janji itu telah datang
Waktu yang telah dijanjikan untukmu
Memulai perjalanan di alam baru
Hanya dengan bekalmu sendiri
Yang telah engkau kumpulkan di hari kemarin
Dan Rahmat Allah untuk hamba-Nya

"Apabila telah datang ajal suatu kaum maka tidak bisa dimundurkan ataupun dimajukan barang sesaat pun"

Inilah janji itu
Janji yang telah dituliskan sejak alam ini ada
Dan kini janji itu menghampirimu
Merenggutmu dari orang-orang yang mencintai

Ini bukan tentang keangkuhan maut
Ataupun tentang kekejaman Izra'il
Namun ini tentang ketidakberdayaan kita
Sebagai makhluk yang memiliki ruh

Selamat jalan Lek Saham
Semoga jalanmu terang
Semoga rumah barumu indah
Semoga tamumu menyenangkan
Kami semua disini ridho denganmu


Bantaran, 31 Oktober 2013

Sabtu, 09 November 2013

KEADAAN ORANG MUKMIN KETIKA AKAN MENINGGAL





Dalam sebuah hadits disebutkan :
" Orang mukmin apabila akan meninggal , maka dia didatangi malaikat_malaikat dari langit yang wajah mereka bersinar bagaikan matahari dengan membawa kain dari surga dan pengharum dari surga . Mereka duduk didekat orang mukmin yang hendak meninggal tersebut , berbaris panjang sepanjang penglihatan pandangan . Kemudian datanglah malaikat maut dan duduk dipinggir kepalanya , lalu berkata :

" Wahai jiwa { ruh } yang tenang , keluarlah dan kembalilah kepada ampunan dan keridhoan Alloh . "
[ QS.Al_Fajr : 27_28 ]

rASULULLAH Shallallaahu 'Alayhi Wa Sallam melanjutkan sabdanya :
" Ruh itu lalu keluar dan meluncur keluar dari badannya dengan cepat sebagaimana setetes air mengalir keluar dari tempat minuman .
Para malaikat yang mendatanginya tersebut mengambilnya lalu meletakkannya di dalam kain kafan yang mereka bawa dari surga dan menebarkan bau harum seperti bau minyak misik ."

Rasulullah Shallallaahu 'Alayhi Wa Sallam bersabda :
" Para malaikat itu membawanya naik keatas , dan setiap malaikat yang menjumpai pasti bertanya :
" Bau harum apakah ini ?" .
Para malaikat itu kemudian menjawab :
" Ini bau harum ruh Fulan Bin Fulan { dengan menyebut nama orang yang meninggal tadi } . "

Apabila mereka telah sampai ke langit , mereka meminta dibukakan pintunya , lalu mereka masuk hingga langit ketujuh , dan disetiap langit ada malaikat_malaikat yang ikut mengantarkannya hingga sampai di langit ketujuh .
Sesampai disana , maka ada suara yang berseru :
" Tulislah buku catatan ruh mayat ini ditempat yang tinggi , lalu kembalikanlah ia ke bumi , sebab ia diciptakan dari tanah . "

Sebagaimana dijelaskan Alloh Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam Firman_NYA :
" Dari bumi { tanah } itulah Kami menciptakan kaum , dan kepadanya Kami akan mengembalika kaum dan dari padanya Kami akan mengeluarkan kaum pada kali yang lain . "
[ QS.Thoha : 55 ]

Rasulullah bersabda :
" Para malaikat itu kemudian mengembalikan ruh itu ke jasadnya di kuburannya semula , lalu datanglah dua malaikat yang membuatnya ketakutan . Dua malaikat itu mendudukkan si mayat dan berkata kepadanya :

- Siapa Tuhanmu ?
- Apa agamamu ?
- Apa panutanmu ?
- Apa kiblatmu ?
- Apa pendapatmu tentang seorang laki_laki yang diutus kepada kalian ?

Mayat itu menjawab :

- Aloh adalah Tuhanku
- Islam adalah agamaku
- Al Qur'an adalah panutanku
- Ka'bah adalah kiblatku
- Orang laki_laki yang diutus kepada kami adalah Muhammad , dia seorang utusan Alloh yang diturunkan kepadanya kitab Al Qur'an , aku beriman kepadanya dan membenarkannya .

Sesudah itu ada suara dari langit berseru :
" Benar apa yang dikatakan hamba_KU , hamparkanlah hamparan dari surga , berikanlah pakaian dari surga kepadanya , dan bukakanlah satu pintu surga untuknya . "

Kemudian bau surga dan nikmatnya sampai kepadanya dan diperluas kuburnya seluas jangkauan mata memandang .

Rasulullah Shallallaahu 'Alayhi Wa Sallam bersabda :
" Sesudah itu datanglah seorang laki_laki yang berwajah tampan dan berpakaian bagus serta harum baunya , berkata kepadanya :
' Bersenang_senanglah kamu dengan segala kesenangan yang menyenangkanmu , ini adalah hari yang telah dijanjikan kepadamu .'
Mayat itu bertanya :
' Siapakah kamu ini ? Semoga Alloh merahmatimu , saya belum pernah melihat orang setampan kamu di dunia .'
Lalu oarang laki_laki itu menjawab :
' Aku adalah amal baikmu . '
Mayat itu berkata :
' Ya , Tuhanku . . . apakah kiamat telah tiba sehingga saya bisa bertemu kembali dengan keluargaku ? ' " 



Dikutip dari : DAQAIQUL AKHBAR
Sumber : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=418727564874456&set=a.311692645577949.71283.100002116473919&type=1&theater

Kamis, 07 November 2013

Terima Kasih Allah


Allah, terima kasihku pada-Mu
Atas anugerah hidup ini
Serta nikmat Iman Islam-Mu
Yang senantiasa memberiku petunjuk
Untuk Mengayuh pedal kehidupan
Dan mengarahkan kemudi ini ke jalan-Mu

Allah, terima kasihku pada-Mu
Atas keindahan takdir-Mu
Memberiku seorang teman hidup
Yang tak lain dari tulang rusukku
Dengan berjuta senyum dan manjanya
Telah membuat hidupku menjadi bergitu berarti

Allah, terima kasihku pada-Mu
Atas limpahan Rahmat-Mu
Serta keagungan Arsy-Mu
Dengan ijin dan kehendakmu
Tak akan aku sia-siakan karunia ini
Sebagai ungkapan syukurku pada-Mu


Bantaran, 29 Oktober 2013

Kisah Roda Pedati





Kami adalah roda sebuah Pedati

Roda yang setiap hari berputar
Mengantar Pedati ketempat tujuan
Jalan becek dan berbatu adalah makanan sehari-hari kami
Tak jarang pula terperosok kedalam lubang

Si Kusir bukan pemilik Pedati
Hanya mengendarai sebagai supir
Merawat sapi dan membersihkan Pedati
Bukan Kami,
Roda-roda tidak pernah dibersihkan
Hanya mungkin disiram dan dilap sekedarnya
Itupun sesekali

Jumat, 18 Oktober 2013

Takbir Cinta

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar...

Dengan kebersaran Allah, terkumandang takbir
di segala penjuru bumi....

Dengan kebesaran Allah, tekumandang takbir
saksi cinta sejati hamba pada Khaliknya
saksi ikhlas hamba pada Khaliknya

Dengan kebesaran Allah, terkumandang takbir
Bukti kerinduan kami pada-Mu
ditengah penat duniawi

Dengan kebesaran Allah, terkumandang takbir
Jadikan setiap helaan nafas kami sebagai bukti cinta kepada-Mu
Jadikan pengorbanan kami sebagai bukti kami mendekati-Mu....

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar...
Lailaha illahu Allahu Akbar walillahilhamd....



Probolinggo, 14 Oktober 2013

Sabtu, 27 Juli 2013

KH. Cholil Nawawie, Sidogiri, Jawa Timur: Teladan dari Kitab Berjalan


.

Sekitar tahun 1925 M/1343H. Nyai Nadzifah, istri Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, KH. Nawawie Noerhasan, melahirkan seorang bayi lelaki. Atas saran Mbah Cholil Bangkalan, kiai dan wali kesohor dari Bangkalan, bayi itu kemudian diberi nama Muhammad Cholil.

Keistimewaan Kiai Cholil memang sudah tampak sejak kecil, hingga sebagian orang pun meyakininya sudah menjadi wali sejak kecilnya itu.

Sehari sebelum Mbah Cholil Bangkalan wafat, Mas Cholil (panggilan akrab Kiai waktu kecil) berteriak-teriak, “Medura kiamat, Medura kiamat (Madura kiamat, Madura kiamat)”. Ucapan itu diteriakkan Mas Cholil berkali-kali, sehingga didengar oleh abahnya, Kiai Nawawie, yang waktu itu sedang mengajar di surau.

“Ana apa, Lil (ada apa Lil)?” Kiai Nawawie bertanya.

“Medura kiamat, Ba (Madura kiamat, Abah), “ kata Mas Cholil, mengulang.

Kiai Nawawie baru mengerti perkataan Mas Cholil pada keesokan harinya, ketika sampai berita kepadanya bahwa Mbah Cholil Bangkalan wafat. Ulama adalah pilar dunia yang dapat menahan murka Allah untuk menurunkan adzab pada manusia. Karena itu, wafatnya seorang ulama besar sekelas Mbah Cholil bisa disebut sebagai kiamat.

Dalam menjalani masa-masa belajar, Kiai Cholil mengembara dari satu pondok ke pondok yang lain. Selain mengaji kepada Kiai Abdul Djalil, Kiai Cholil juga pernah ngaji di Pesantren Sarang, Jawa Tengah, saat pesantren itu diasuh oleh Kiai Zubair, ayahanda K.H. Maimun Zubair.

Saat mondok di sana, di samping mengaji, secara sembunyi-sembunyi ia mengisi bak mandi Kiai Zubair. Selang beberapa lama, hal itu diketahui, Kiai Zubair berkata kepada Kiai Cholil, “Mas, sampeyan wangsul mawon, sa aken liane (Mas, kamu pulang saja, kasihan yang lain).”

Maksud kata “kasihan” tersebut karena hampir di setiap sisi ia unggul, sementara santri lainnya tertinggal jauh. Bahkan pada masalah yang tak terkait dengan pelajaran secara langsung, seperti kerja mengabdi kepada guru, ia mengungguli yang lainnya.

Di Pondok Sarang, Kiai Cholil mondok hanya sekitar tiga bulan.

Selepas dari Sarang, Kiai Cholil melanjutkan mengaji kepada Kiai Mahfudz, Termas, dan Kiai Masduki, Lasem, Jawa Tengah. Tidak diketahui secara pasti berapa lama Kiai Cholil mengaji kepada dua ulama kenamaan tersebut.

Selang beberapa lama, Kiai Cholil berangkat nyantri ke Makkah. Di Tanah Suci, Kiai Cholil mengaji kepada ulama-ulama besar, di antaranya Syaikh Amin Kutbi dan Syaikh Hasan Al-Yamani. Disebutkan, sewaktu di Makkah ia mondok selama tiga tahun.


Dua Lumbung Padi

Di dalem Kiai Cholil ada dua lumbung padi, satu untuk keperluan dalem, yang satunya untuk persediaan seandainya masyarakat kampung membutuhkan. Kondisi seperti itu sudah lama ia perhitungkan. Sebab, ketika waktu paceklik datang, biasanya masyarakat akan datang meminta bantuan kepadanya.

Suatu saat panen gagal, sehingga masyarakat berduyun-duyun meminta bantuan. Saking banyaknya yang datang, lumbung persediaan yang biasanya untuk keperluan dalem juga dikeluarkan, tapi tetap saja tidak mencukupi.

Kondisi itu membuatnya menangis sedih. Ia merasa tidak dapat membantu masyarakat dengan maksimal.

Bila hari raya sudah dekat, seperti biasanya banyak orang berkeliling menjajakan dagangan dari rumah ke rumah. Setiap orang yang datang kepadanya untuk menawarkan barang, hampir pasti barang dagangannya dibelinya, dan untuk sementara waktu disimpannya di dalem. Ketika hari raya tiba, semua barang itu dibagikan kepada tetangga sekitar.

Kiai Cholil juga dikenal sebagai seorang yang sangat menghormati tamu dan tidak membeda-bedakan siapa pun tamu yang datang kepadanya. Semua tamu ia sambut dengan penuh hormat dengan sambutan yang hangat.

Wujud kepeduliannya juga dapat dilihat dari komitmennya yang bukan saja mengajar santri-santri didiknya, tetapi juga mendidik masyarakat. Secara rutin ia memberikan pengajian kepada masyarakat kampung setiap hari Selasa. Sementara pada hari Ahad ia memberi pengajian kitab Bidayatul Hidayah kepada kepala desa dan aparatnya se-Kecamatan Kraton.


Pendidik Sejati nan Bersahaja

Kiai Cholil adalah sosok yang kesehariannya penuh dengan keteladanan. Di antara teladan istimewanya adalah keistiqamahannya yang sangat menonjol dalam hal belajar dan mengajar.

Sedari kecil, kecintaannya pada ilmu sudah sangat kuat. Itu ditandai di antaranya dengan kepergiannya yang selalu tak pernah lepas dari kitab.

Sementara dalam hal mengajar, para santrinya sangat merasakannya. Bagi mereka, hampir tidak pernah ada libur dalam majelis-majelis rutin bersama Kiai Cholil di sepanjang hidupnya.

Cerita salah seorang muridnya, Ustadz Abdurrahman Syakur, dirinya sering diajak Kiai Cholil untuk menghadiri undangan. Biasanya naik dokar. Di sela-sela perjalanan, Kiai Cholil sering kali menyempatkan diri mengajari pelajaran ilmu faraidh. Sampai sekarang pelajaran yang diberikan Kiai Cholil terus teringat dan banyak manfaatnya bagi si ustadz.

Terhadap pengembangan kualitas keilmuan santri, khususnya para santri senior, ia sangat menaruh perhatian. Secara bergilir santri senior dipanggil untuk membaca kitab di hadapannya. Karena Kiai Cholil yang memanggil, mau tidak mau, mereka tertuntut untuk selalu siap menguasai materi pelajaran, khawatir bila mereka dipanggil secara mendadak.

Ketekunannya dalam menyimak memang luar biasa. Adiknya, Kiai Hasani, sangat mengagumi sifat kakaknya itu. Kiai Hasani pun sampat mengutarakan langsung kekagumannya kepada sang kakak.

Namun dengan tawadhu’ Kiai Cholil menganggap ketekunan itu satu hal yang sangat wajar dan tidak perlu dikagumi. “Tidak tahu, Ni (Kiai Hasani), saya senang muthala’ah, anak-anak senang mendengarkan),” katanya kepada Kiai Hasani.

Salah seorang kiai, Kiai Aqib Yasin, pernah menuturkan, dalam hal ibadah zhahir, Kiai Cholil bisa dibilang “biasa”. Tapi dalam hal ta’lim wa ta’allum, ia luar biasa. “Tirakat Kiai Cholil itu ta’lim wa ta’allum.”

Mengenai ketekunannya tersebut, Kiai Cholil pernah menukil dhawuh dari ayahnya, Kiai Nawawie Noerhasan, “Tekunlah belajar dan shalat berjama’ah, niscaya kau peroleh ilmu yang bermanfaat”. Rupanya, dhawuh itu sangat membekas dan menjadi prinsip hidup Kiai Cholil. Tidak ada kamus berleha-leha, melepaskan waktu tersia-sia tanpa belajar.

Teringat akan dhawuh itu pula, selain dalam hal ilmu, dalam hal shalat berjama’ah selama hidupnya bisa dikatakan ia tidak pernah meninggalkan shalat berjama’ah. Ketika hampir wafat pun, ia memaksakan diri shalat berjama’ah dengan bermakmum kepada seorang kiai lainnya, K.H. Abdul Halim.

Kiai Cholil termasuk seorang hafizhul Qur’an, orang yang hafal Al-Quran. Bila ia mengimami shalat berjama’ah, suaranya menyejukkan qalbu dan sangat menyentuh hati, hingga tak jarang membuat air mata orang yang bermakmum kepadanya menetes tanpa mereka sadari.

Kiai Cholil adalah sebuah kitab yang telah termanifestasi dalam tingkah laku. Demikian buku Jejak Langkah Masyayikh Sidogiri menyebutkannya. Dengan kata lain, ia adalah kitab berjalan yang berhias perilaku yang penuh dengan keteladanan dalam gerak-geriknya sehari-hari. Akhlaq dan syari’atnya tepat berpadu dengan ilmunya.

Sepulang menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, Kiai Cholil berkata pada Kiai Hasani, “Tidak pas, Ni. Mengerjakan sunnah, meninggalkan yang wajib.” Kalimat itu adalah ungkapan protes darinya pada sistem dan juga praktek pelaksanaan ibadah haji yang sering mengabaikan salat dalam perjalanan.

Pada suatu acara walimah, uang Kiai Cholil diambil oleh Gus ‘Ud, seorang yang terkenal sebagai wali majdzub. Kiai Cholil mengingatkan, “Haram, Gus… haram, Gus!” Kiai Cholil mengingatkan, siapapun orangnya, jika tidak sesuai syari’at, harus ditegur.

Selain tegas dalam hal syari’at, profilnya dikenal sangat sederhana dan tidak suka ditonjol-tonjolkan. Dalam forum-forum apapun ia lebih senang diam. Diamnya bukan berarti diam tidak paham atau acuh tak acuh. Diamnya itu adalah untuk memberikan kesempatan bicara yang lebih luas kepada yang lainnya. Terbukti, biasanya setelah semua anggota dalam suatu forum kehabisan argumen atau ada yang musykil, barulah Kiai Cholil angkat bicara, dan mereka semua langsung bisa menerima. Sehingga, bisik-bisik di kalangan mereka menyebutkan, ”Kiai Cholil banyak hafal kitab”.

Saat makan, bila sudah terasa nikmat, ia berhenti seketika. Soal kebiasaannya ini, Kiai Cholil tidak pernah bercerita, hingga sampai suatu ketika salah seorang yang biasa mendampinginya bertanya kepadanya tentang hal itu. “Saya khawatir nikmat saya habis di dunia,” jawab Kiai Cholil.

Sikap hidup sederhana Kiai Cholil bisa dibaca dari doa yang tertampang di dalemnya, “Ya Allah, hidupkan aku dalam keadaan miskin. Dan ambil nyawaku dalam keadaan yang sama. Serta kumpulkankanlah aku bersama orang-orang miskin.” Juga sebuah ayat Al-Quran yang maknanya, “Kami memberikan makan pada kalian hanya untuk (mencari) ridha Allah. Kami tidak mengharap dari kalian balasan dan juga kata terima kasih.”

Kedua kalimat itu terpampang di ruang tamu dalem Kiai Cholil dan sering dibaca olehnya. Tulisan itu bukan sebuah hiasan belaka atau slogan kosong, tapi betul-betul terwujud nyata dalam kehidupan Kiai Cholil sehari-hari.


Kepergian Sang Teladan

Segala yang hidup akan kembali kepada-Nya. Tak ada yang mampu menebak kapan Malaikat Maut akan datang menjemput ajal. Tak ada pula orang yang dapat mengulur waktu dari jadwal yang telah ditentukan.

Di salah satu malam ganjil pada bulan yang amat mulia, Senin Pon 21 Ramadhan 1397 H atau 05 September 1977, Kiai Cholil wafat.

Shalat terakhirnya adalah shalat Isya yang kemudian dilanjutkan dengan shalat Tarawih. Ia shalat duduk bermakmum kepada K.H. Abdul Halim. Sebelum shalat, karena sifat tawadhu’nya, ia bertanya kepada K.H. Abdul Halim, apakah sudah boleh dirinya shalat dengan duduk.

Saat sedang mengerjakan shalat Tarawih seperti malam-malam sebelumnya, ia pergi ke kamar kecil. Ketika itu, ia terjatuh tanpa ada seorang pun bersamanya.

Tak lama berselang salah seorang santri yang biasa mengirinya dating menolong. Tapi tak lama kemudian, Kiai Cholil mengembuskan napas yang terakhir.

Beribu-ribu orang hadir untuk memberikan penghormatan kepada seorang yang pernah dikomentari oleh Rais Am NU K.H. Ahmad Shiddiq Jember, “Kiai Cholil itu wali karena istiqamahnya.” Dengan mata berkaca-kaca mereka mengenang dengan doa kepada sosok kiai tercinta. Kiai yang penuh rasa kasih sayang.

Saat itu, keranda seperti berjalan di atas ujung jari, karena begitu banyak dan rapatnya orang yang memikul. Bahkan, tikar yang dibuat sebagai alas keranda menjadi rebutan ribuan jama’ah sampai habis tak tersisa. Semuanya berebut untuk mengambil, kendati secuil, barakah Kiai Cholil. []

IY*AP



Catatan:
1. Yang disebut “Kiai Abdul Djalil” adalah K.H. Abd. Djalil bin Fadlil, kakak ipar K.H. Cholil Nawawie dan Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri sebelum beliau.
2. Yang disebut “Ustadz Abdurrahman Syakur” adalah K.H. AD. Rohman Syakur, Rais Syuriah PCNU Kab. Pasuruan.
3. Yang disebut “K.H. Abdul Halim” adalah K.H. Abd. Alim Abd. Djalil (wafat 2005), keponakan K.H. Cholil Nawawie dan penerusnya sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri.
4. Yang disebut “Kiai Aqib Yasin” adalah keponakan K.H. Cholil Nawawie dan kiai di PP. Salafiyah, Kota Pasuruan.
(“Ya Allah, hidupkan aku dalam keadaan miskin. Dan ambil nyawaku dalam keadaan yang sama. Serta, kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin.”

Sumber: http://gemuruhsepi.blogspot.com/2011/07/kh-cholil-nawawie-sidogiri-jawa-timur.html

Minggu, 23 Juni 2013

BEGINILAH MEREKA MENGHANCURKAN KITA

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.

Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

“Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

“Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”

“Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet.

Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

“Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

“Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”

“Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

***

Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:

“Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.”(QS. At Taubah :32).

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?

-Note From Brother Asep Juju-

(anna/muslimazone.com)

Rabu, 10 April 2013

Renung Sesal



Kau sering ada dipikiranku
setiap kali gelisah menyapaku
Kau pun sering ada dalam dzikirku
setiap kali ketakutan membayangiku
nama-Mu selalu muncul disetiap nafasku
kerap kali dalam keterpurukanku

Kau sungguh adalah kekasihku
yang ada dalam setiap butuhku

tapi aku lebih sering lupa pada-Mu
kala tawa menemaniku
aku lebih suka tak menyebut nama-Mu
kala sukses menghampiriku

Ya, aku mengkhianati-Mu....



10 April 2013

aku hanya


aku hanya setumpukan lemah, Kau energiku.

 

aku hanya setumpukan lelah, Kau semangatku.

 

aku hanya setumpukan diam, Kau gerakku.

 

aku hanya setumpukan gelap, Kau terangku.

 

aku hanya setumpukan cela, Kau sempurnaku.

 

aku hanya setumpukan pilu, Kau bahagiaku.

 

aku hanya setumpukan bisu, Kau lantangku.

 

aku hanyalah setumpukan aku, Kau punyaiku.






10 April 2013

Sabtu, 06 April 2013

Proses Pembuatan Kapur Gamping Serbuk


































Eksotisme Gunung jaddih

Assalamualaikum... Dibawah ini adalah beberapa foto yang saya ambil di lokasi penambangan batu kapur di Desa Jaddih Kecamatan Socah Bangkalan, ada beberapa gua yang menurut penduduk sekitar adalah peninggalan masa penjajahan. namun saat ini tidak lebih dari separuh dari gunung kapu ini yang tersisa.











 Stop...!!! dibawah ini foto sahabat saya yang tinggal tidak jauh dari lokasi Gunung Jaddih.Beginilah nasib tuan rumah yang kedatangan tamu lagi ngidam rambutan... hehehehehe.....



Senin, 01 April 2013

Kartunnya Istriku

Assalamu'alaikum.... kali ini yang ditampilkan adalah foto permaisuri tercinta dalam bentuk kartun, setelah beberapa kali mencoba dan beberapa kali belajar tutorialnya akhirnya hasil yang lumayan.
Seperti kata pepatah "berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian".  



Selasa, 26 Maret 2013

Ridwan on WPAP-art

                 Assalamu'alaikum shobat..., senang rasanya bisa menyapa kembali... kali ini saya sedang belajar membuat WPAP menggunakan Corel Draw. Sebenarnya keinginan untuk belajar udah dari setahun yang lalu shob, namun masih baru terlaksana sekarang, mungkin karna jadwal kegiatan 'malas'ku yang padat shob... hehehehe :)) Hasilnya shob nilai sendiri wes.. ini hasil pertama saya belajar WPAP. Disini tidak akan saya tulis bagaimana membuat WPAP dengan Corel Draw karena menurut saya sudah banyak tutorial sejenis, shob tinggal nanya aja ke mbah Google etc. :)
                  Di gambar ini saya selipkan tulisan "Life is a Struggle" Hidup adalah Perjuangan, dengan kata-kata ini saya mendefinisikan bahwa hidup di dunia sesungguhnya adalah perjuangan bagi anak Adam demi mendapatkan kebahagiaan hakiki di akhirat kelak, kalau hidup memang untuk berjuang, kita pakai senjata apa??? senjata kita cuma satu shob, 'Sabar'. Sabar dengan artian yang lebih luas, semisal sabar dalam taat melaksanakan kewajiban sebagai hamba, sabar dalam meninggalkan segala keburukan, sabar untuk mendapat ridho Allah. Dengan sedikit bersabar insya Allah kita akan bisa bahagia untuk selamanya karena sebenarnya tidaklah seberapa lama kita hidup di dunia ini jika dibandingkan dengan kekalnya 'kehidupan' setelah 'kematian'.
                 Sekian dulu postingan saya kali ini shob... disambung pada kesempatan berikutnya ya... tetap semangat untuk bersabar... Assalamualaikum.....




Rabu, 20 Maret 2013

PONDOK PESANTREN OUTLOOK








"EXPO PEMBIAYAAN KSP / USP KOPERASI JAWA TIMUR TAHUN 2012"

Dokumentasi foto "EXPO PEMBIAYAAN  KSP / USP KOPERASI JAWA TIMUR TAHUN 2012" di Gramedia Expo Surabaya 7 - 9 Desember 2012