Rabu, 30 Maret 2011

Kisah Burung Puyuh Muda



Di sebuah tepian hutan, seekor burung puyuh muda sedang termenung. Tiap hari, ia menghabiskan siangnya untuk hanya tergolek di atas bayang dahan. Ia kerap membandingkan dirinya dengan siapapun yang tertangkap lewat penglihatannya.

Suatu kali, serombongan anak itik berlalu bersama induknya. Mereka begitu asyik menikmati pagi yang cerah. Satu persatu, rombongan keluarga itik itu menceburkan diri ke telaga. Mulai dari sang induk, hingga semua anak itik tampak berenang penuh riang.

"Andai aku seperti itik...," ucap si puyuh miris. Itulah komentar pertama dari tangkapan penglihatannya. Sontak ketidakpuasan pun menyeruak. "Enak sekali jadi itik. Bisa berenang. Bisa mencari makan sambil bersantai!" keuh kesah puyuh pun tak lagi terbendung. Ia sesali keadaan dirinya. Jangankan berenang, tersentuh air pun tubuhnya bisa menggigil.

Tak jauh dari telaga yang rimbun, seekor burung kutilang tiba-tiba hinggap di sebuah dahan. Ia seperti memakan sesuatu. Setelah itu, sang kutilang pun terbang tinggi ke udara.

Puyuh muda lagi-lagi berandai. "Andai aku bisa seperti kutilang!" keluhnya pelan. "Enaknya bisa melihat bumi dari atas sana. Bisa menemukan makanan sambil menikmati indahnya udara lepas." ucap si puyuh sambil tetap tak beranjak dari duduknya. Ia pun melirik sayap kecilnya. Sayap itu ia gerakkan sebentar, dan puyuh duduk lagi. "Ah, tak mungkin aku bisa terbang!"

Masih dalam posisi agak berbaring, si puyuh mendongak. Ia seperti menatap langit. "Tuhan, kenapa Kau ciptakan aku tak berdaya seperti ini! Tak mampu berenang, tak bisa terbang!" ucap sang puyuh mengungkapkan isi hatinya.

Entah datang dari mana, tiba-tiba pemandangan sekitar telaga penuh dengan asap hitam. Udara menjadi begitu panas. Pengap.

"Api! Api! Hutan terbakar!" teriak hewan-hewan bersahutan. Tanpa aba-aba, semua penghuni telaga menyelamatkan diri. Ada yang berenang. Ada yang terbang. Dan ada yang berlari kencang. Kencang sekali.

Menariknya, dari sekian hewan yang mampu berlari kencang justru si puyuhlah yang di barisan depan. Langkah cepatnya seperti tak menyentuh bumi. Ia berlari seperti terbang. Saat itulah ia tersadar. "Ah, ternyata aku punya kelebihan1 ucap si puyuh menemukan kebanggaan.

Sahabat,
Hidup dalam kerasnya belantara dunia kadang membuat seseorang tak ubahnya seperti burung puyuh di atas. Merasa diri tak berdaya. Tak punya sayap untuk terbang meraih cita-cita. Tak punya sirip untuk berenang melawan badai kehidupan. Tak punya taring untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam. Ia pasrah. Tak berdaya apa-apa. Hanya mengeluh. Tak pandai bersyukur.

Kalau saja ia menggali. Karena pada kaki kecil potensi diri. Boleh jadi, di situlah ada kekuatan besar. Sekali lagi, gali dan kembangkan. Perlihatkan kegesitan kaki potensi yang teranggap kecil itu. Dan jangan pernah menunggu hingga 'kebakaran' datang. Karena bisa jadi, api bisa lebih dulu sampai dan membakar.

http://artazie.blogspot.com/2010/10/kisah-burung-puyuh-muda.html

Kisah Burung Puyuh Muda



Kisah Burung Puyuh Muda
Di sebuah tepian hutan, seekor burung puyuh muda sedang termenung. Tiap hari, ia menghabiskan siangnya untuk hanya tergolek

di atas bayang dahan. Ia kerap membandingkan dirinya dengan siapapun yang tertangkap lewat penglihatannya.

Suatu kali, serombongan anak itik berlalu bersama induknya. Mereka begitu asyik menikmati pagi yang cerah. Satu persatu,

rombongan keluarga itik itu menceburkan diri ke telaga. Mulai dari sang induk, hingga semua anak itik tampak berenang penuh

riang.

"Andai aku seperti itik...," ucap si puyuh miris. Itulah komentar pertama dari tangkapan penglihatannya. Sontak ketidakpuasan

pun menyeruak. "Enak sekali jadi itik. Bisa berenang. Bisa mencari makan sambil bersantai!" keuh kesah puyuh pun tak lagi

terbendung. Ia sesali keadaan dirinya. Jangankan berenang, tersentuh air pun tubuhnya bisa menggigil.

Tak jauh dari telagayang rimbun, seekor burung kutilang tiba-tiba hinggap di sebuah dahan. Ia seperti memakan sesuatu.

Setelah itu, sang kutilang pun terbang tinggi ke udara.

Puyuh muda lagi-lagi berandai. "Andai aku bisa seperti kutilang!" keluhnya pelan. "Enaknya bisa melihat bumi dari atas sana.

Bisa menemukan makanan sambil menikmati indahnya udara lepas." ucap si puyuh sambil tetap tak beranjak dari duduknya. Ia pun

melirik sayap kecilnya. Sayap itu ia gerakkan sebentar, dan puyuh duduk lagi. "Ah, tak mungkin aku bisa terbang!"

Masih dalam posisi agak berbaring, si puyuh mendongak. Ia seperti menatap langit. "Tuhan, kenapa Kau ciptakan aku tak berdaya

seperti ini! Tak mampu berenang, tak bisa terbang!" ucap sang puyuh mengungkapkan isi hatinya.

Entah datang dari mana, tiba-tiba pemandangan sekitar telaga penuh dengan asap hitam. Udara menjadi begitu panas. Pengap.

"Api! Api! Hutan terbakar!" teriak hewan-hewan bersahutan. Tanpa aba-aba, semua penghuni telaga menyelamatkan diri. Ada yang berenang. Ada yang terbang. Dan ada yang berlari kencang. Kencang sekali. Menariknya, dari sekian hewan yang mampu berlari kencang justru si puyuhlah yang di barisan depan. Langkah cepatnya seperti tak menyentuh bumi. Ia berlari seperti terbang. Saat itulah ia tersadar. "Ah, ternyata aku punya kelebihan1 ucap si puyuh menemukan kebanggaan.

Sahabat,
Hidup dalam kerasnya belantara dunia kadang membuat seseorang tak ubahnya seperti burung puyuh di atas. Merasa diri tak berdaya. Tak punya sayap untuk terbang meraih cita-cita. Tak punya sirip untuk berenang melawan badai kehidupan. Tak punya taring untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam. Ia pasrah. Tak berdaya apa-apa. Hanya mengeluh. Tak pandai bersyukur.

Kalau saja ia menggali. Karena pada kaki kecil potensi diri. Boleh jadi, di situlah ada kekuatan besar. Sekali lagi, gali dan

kembangkan. Perlihatkan kegesitan kaki potensi yang teranggap kecil itu. Dan jangan pernah menunggu hingga 'kebakaran'

datang. Karena bisa jadi, api bisa lebih dulu sampai dan membakar.

Kisah Siput dan Lalat



Suatu hari, langit begitu indah dan cerah, awal dari musim semi yang membahagiakan. Dibawah pohon ceri tampak seekor siput kecil merayap ke atas perlahan. Sementara itu, beberapa saat kemudian, muncul seekor lalat yang terbang kesana kemari dengan ceria sambil memperhatikan si siput. Melihat  si siput merayap perlahan, sang lalat berkata,"Hai, Siput...kamu hendak kemana?" Dengan tenang sambil merayap si siput kecil menjawab,"mau makan buah ceri." " Ha..ha..ha,siput bodoh. Mana ada buah ceri? Aku dari atas sana, buah cerinya enggak ada." Lalat menertawakan perilaku siput kecil."Aku ndak perduli,saat aku tiba diatas,'kata si siput,"pohon cerinya pasti sudah berbuah.




Sebuah pelajaran berharga yang diberikan si siput kecil kepada kita adalah tentang tujuan hidup yang jelas. Terkadang, bentuk nyatanya tidak tampak. Namun, mereka yang sukses adalah mereka yang bisa menembus waktu, melihat kedepan dan tetap teguh, gigih bergerak untuk mencapai impiannya. Orang lain mungkin tidak melihatnya, bahkan mungkin mencemooh, karena mereka tidak mengerti. Orang lain  akan berusaha menjatuhkan semangat kita. Namun, pada saat kita mencapai impian kita, pada saat kita memperoleh buah ceri yang kita inginkan, barulah mereka mengerti bahwa impian kita bukanlah khayalan semata. Karena itu, jangan biarkan orang lain merebut mimpi kita sebelum terwujud. Beranilah bermimpi dan tetaplah teguh bergerak untuk meraih mimpi tersebut.Dan ingat bersama Tuhan kita yang besar tidak ada sesuatu yang mustahil.
http://winner-generation.blogspot.com/2010/09/kisah-siput-dan-lalat.html

Selasa, 29 Maret 2011

Kisah Lalat dan Semut

Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta di atas sebuah tong sampah di depan sebuah rumah. Suatu ketika, anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah. Kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat.

"Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar," katanya. Setelah kenyang, si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik, demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan.

Esok paginya, nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai. Tak jauh dari tempat itu, nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.

Dalam perjalanan, seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua,
"Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa dia sekarat?"
"Oh.., itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini. Sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu. Namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita."

Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi,
"Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? Kenapa tidak berhasil?"

Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab,
"Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama."

Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius,
"Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini."

"Para pemenang tidak melakukan hal-hal yang berbeda, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda."

http://rubiafriyandi.blogspot.com/2010/10/kisah-lalat-dan-semut.html

Kisah Semut dan Gajah

Pernahkah Anda merasakan, betapa Anda sudah bekerja keras siang malam untuk mewujudkan apa yang Anda inginkan, namun sepertinya nasib malah membawa Anda ke arah yang berlawanan? Anda sudah bekerja keras untuk mewujudkan impian-impian Anda, namun sepertinya Anda malah dibawa menuju ke tempat lain, yang jauh dari mimpi Anda?
Jika YA, maka nasib Anda sama dengan nasib seekor semut yang hidup dipunggung seekor gajah.
Bayangkan saja, sang semut sudah capek-capek berjalan menuju timur, kalau gajahnya berjalan menuju barat, maka sama saja semut tadi akan menuju barat, bukan timur.
Analogi ini saya temukan di buku mungil yang ditulis dengan sangat indah oleh Vince Poscente, berjudul “The Ant and the Elephant” yang di edisi bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Tuntunlah Sang Gajah”. Vince Poscente adalah seorang mantan atlet Olimpiade, entrepreneur dan ahli strategi bisnis.
Buku yang ditulis dalam bentuk fabel (cerita tentang binatang) ini mengisahkan perjalanan Adir sang semut,dan Elgo sang Gajah. Adir adalah semut kecil dengan cita-cita besar. Setelah terhempas badai dan terpisah dari koloni nya. Adir menemukan tujuan hidupnya, yaitu Oase.
Mengapa Oase?
Karena bagi Adir Kehidupan haruslah menjadi perjalanan yang bermakna, bukan sekedar perjuangan untuk bertahan hidup. Bagi Adir Oase lah yang akan membuat hidupnya bermakna. Namun, pada awalnya Adir tidak menyadari bahwa ia tinggal dipunggung Elgo, jadi kemanapun ia melangkah, akan sia-sia saja jika Elgo tidak menuju ke arah yang sama dengan tujuan Adir.
Beruntunglah Adir bertemu dengan Brio, sang burung hantu cerdas yang menyadarkan Adir
bahwa keberhasilannya untuk mencapai Oase akan sangat tergantung pada kemampuannya untuk berkomunikasi dan menuntun Elgo, menuntun sang Gajah.
Adir dan Elgo dalam kisah ini adalah perlambang dari pikiran sadar dan pikiran bawah sadar kita.
Kekuatan pikiran sadar kita, dibandingkan dengan kekuatan pikiran bawah sadar kita, memang bagaikan semut dengan gajah. Ini bukan analogi yang mengada-ada. Vince mengutip penelitian Dr. Lee Pulos yang mengungkapkan bahwa dalam setiap detik, pikiran sadar kita menggunakan 2000 neuron, dan pikiran bawah sadar menggunakan 4 milyar neuron.
Bayangkan, keputusan sadar dihasilkan oleh hanya 2000 neuron, sementara keputusan yang dibuat oleh pikiran bawah sadar menggunakan 4 milyar neuron.
Jadi jelas siapa mengendalikan siapa. Gajahlah yang ternyata membawa kemana semut pergi, bukan sebaliknya.
Jadi, jika selama ini “semut” Anda yang cerdas itu mungkin sudah merumuskan visi hidup Anda dengan jelas, sudah merancang strategi berbisnis dengan rinci, dan sudah mengambil langkah-langkah berani, misalnya resign dari pekerjaan, sampai pinjam uang mertua segala, namun kok bisnis Anda sepertinya masih jauh dari visi yang Anda angankan, mungkin disini jawabannya. Barangkali Anda belum berbicara dengan “Gajah” Anda.
Ya jangan heran, kalau Anda sudah take action ke utara tapi kok malah menuju ke selatan, mungkin Gajah Anda yang membawa kesana.
Lalu bagaimana menuntun Gajah kita ini?
Kata kunci nya adalah emosi. Dalam kisah Adir dan Elgo dikisahkan bahwa Elgo hanya dapat mendengar Adir hanya melalui emosi. Emosi Adir tentang Oasis yang sangat
kuat, yang dapat ditangkap oleh Elgo dan membuatnya mulai melangkah menuju Oasis.
Beberapa waktu yang lalu saya pernah membaca kisah seorang anak kecil yang mampu berlari beberapa puluh kilometer, di malam hari, sendirian, demi mencari pertolongan bagi Ayahnya yang tidak dapat bergerak di mobil mereka yang mengalami kecelakaan.
Jika anak itu diminta melakukan lagi hal yang sama, mungkin sudah tidak sanggup. Jangankan anak kecil, orang dewasapun mungkin tidak mampu. Namun emosi yang sangat kuat untuk menyelamatkan nyawa sang Ayah, telah menggerakkan “Gajah” nya yang luar biasa kuat.
Demikian pula para pebisnis sukses. Umumnya mereka punya emosi yang sangat kuat untuk mewujudkan apa yang mereka cita-citakan. Mereka memiliki “burning desire” yang mampu menggerakkan sang Gajah.
Mungkin Anda perlu merenungkan lagi apa yang ingin Anda wujudkan, dan kali ini rasakan emosi Anda. Adakah emosi meledak-ledak disana? Adakah air mata Anda tiba-tiba
meleleh membayangkan kebahagiaan dan kelimpahan yang akan Anda alami bersama istri dan Anak Anda?
Jika YA, selamat! Besar kemungkinan Gajah Anda mulai mendengar, dan siap melangkah menuju Oasis Anda. Selamat menuntun Gajah Anda, dan sampai ketemu di Oasis!. (FR)

Fauzi Rachmanto

http://fauzirachmanto.blogspot.com

Cara Membuat Tempe

Tempe merupakan makanan khas indonesia , selain mengandung protein nabati yang tinggi , juga harganya pun sangat terjangkau , murah dan memasyarakat , kalau selama ini umumnya ibu-ibu rumah tangga membeli tempe dari pasar-pasar atau supermarket , tidak ada salahnya kali ini untuk mencoba membuat sendiri di rumah ... who knows nantinya malah berkembang jadi sebuah usaha rumahan atau home industri

OK , selamat mencoba





peralatan yg diperlukan:
wadah dan panci cukup besar utk merendam dan merebus kedelai
wadah dgn permukaan lebar untuk mencampur ragi dan kedelai (saya menggunakan alas/cetakan yg ada dalam oven)
4bh kantong plastik ukuran 1kg
jarum atau tusuk gigi tuk melubang2i plastik
rak berjeruji (rak yg ada di oven/kulkas) untuk alas tempe bahan:
1kg kedelai, cuci bersih dan rendam di dalam wadah yg cukup besar selama 24jam.
ragi tempe sejumlah yg direkomendasikan pada kemasannya
cara membuat:
setelah direndam permukaan kedelai akan sedikit berbusa2, remas2 kedelai atau gesek2 diantara kedua belah telapak tangan guna melepas sebagian kulit arinya, cuci kedelai dibawah air mengalir agar kulit ari mengambang dan mengalir keluar dgn sendirinya.
sambil membersihkan kedelai didihkan air didalam panci besar, kemudian masukan kedelai yg telah dibersihkan dan rebus hingga empuk, setelah benar2 empuk, angkat dan buang airnya. cuci kedelai dibawah air mengalir sambil diremas2 perlahan utk membuang sisa kulit arinya, kemudian tiriskan hingga kering. jadinya ca 1550g.
atur kedelai didalam wadah dgn permukaan lebar, setelah dingin bubuhi permukaan kedelai dgn ragi tempe, aduk rata, kemudian masukan kedelai yg telah diberi ragi kedalam plastik (300-400g atau sesuai selera), kira2 ketebalan tempe menjadi +2-3cm, tutup rapat ujungnya dgn bantuan api lilin, kemudian tusuk2 bagian atas dan bawah plastik menggunakan jarum ataw tusuk gigi(semakin banyak semakin baik).
atur bungkusan tempe didalam lemari yg telah dialasi rak berjeruji agar ada sirkulasi udaranya, simpan selama 36jam. siap diolah.
catatan:
apabila tdk langsung diolah, dalam wadah siram tempe sesaat stl jadi dgn air mendidih ca 5menit, masukan ke dalam plastik khusus tuk freezer, bekukan dalam freezer.
#1
#2
#3
#4
#5
#6


http://www.kerjainsendiri.com/2009/01/cara-membuat-tempe.html

Senin, 28 Maret 2011

Kisah Tawon dan Elang



Di pagi yang cerah, di antara rindangnya pepohonan, tampak seekor burung elang sedang bermalas-malasan beristirahat di dahan sebatang pohon. Selama beberapa hari burung elang berulang kali hinggap di dahan pohon yang sama karena tertarik mengamati kegiatan segerombolan tawon (lebah) yang terlihat sibuk bekerja bersama-sama membuat sarang yang berjuntai di dahan sebatang pohon.

Tampak seekor tawon sebentar terbang hinggap di antara bunga-bunga hutan yang mekar, mengisap sari madu, dan terbang kembali ke dahan memberikan sari madu ke sarangnya, dan begitu seterusnya. Burung elang dengan tidak sabar menegur seekor tawon yang sedang terbang di dekatnya, "Hai tawon kecil, kamu sibuk terbang dari satu bunga ke tempat sarangmu, memangnya apa yang sedang kamu kerjakan?"

Tawon pun menjawab: "Aku dan kawan-kawan sedang membuat sarang."

"Untuk apa kalian repot membuat sarang sebesar itu? Umur tawon kan sangat pendek. Sudahlah... tidak perlu susah-susah bekerja! Santai-santai saja dan nikmati kehidupanmu yang singkat itu." Demikian burung elang menasihati si tawon.

"Umurku memang tidak sepanjang umurmu burung elang. Tapi justru karena pendeknya waktu yang aku punya, aku tidak boleh menyia-nyiakannya. Aku harus bekerja giat dan lebih rajin agar sarang kami bisa selesai sesingkat umur kami," jawab tawon.

"Untuk apa sarangmu harus diselesaikan cepat-cepat, toh kamu akan segera mati," elang menanggapi dengan cepat. "Toh akhirnya, kamu pun tidak bisa menikmati sarang yang telah dibuat dengan susah payah"

"Hahaha, tuan elang yang gagah dan berumur panjang, kasihan sekali caramu berpikir. Justru umur kami yang singkat inilah yang harus kami hargai dengan sungguh-sungguh. Kami memang makhluk kecil dan berumur pendek, tetapi kami bangga dan bahagia karena bisa berarti bagi makhluk lain yaitu dengan memberi semua hasil kerja keras yang telah dilakukan seumur hidup kami. Itulah arti keberadaan kami," pungkas tawon kecil sambil terbang berlalu.

Mendengar ucapan tawon kecil, si burung elang terdiam. Ia tidak mampu berkata-kata lagi dan bersombong diri. Ternyata di balik penampilan makhluk yang kecil dan berumur pendek, kehidupan mereka pun memiliki arti tersendiri.

Netter yang luar biasa,

Seberapa pun panjang dan pendeknya sebuah kehidupan, itu adalah misteri alam yang maha kuasa. Sebagai manusia, kita tidak pernah tahu kapan waktu kita akan berakhir. Tetapi jika di setiap penggal waktu yang kita punya, kita berdedikasi untuk melakukan yang terbaik serta mampu bertanggung jawab atas kehidupan kita sendiri, apalagi juga bermanfaat bagi orang lain, niscaya tiap tiap hari yang kita jalani adalah hari yang penuh gairah, gembira, optimis, produktif, dan dinamis!

Salam Sukses Luar Biasa!!!

"Kami bangga dan bahagia 
karena bisa berarti bagi makhluk lain 
yaitu dengan memberi semua hasil 
kerja keras yang telah dilakukan 
seumur hidup kami. Itulah arti 
keberadaan kami," pungkas tawon kecil"

Andrie Wongso

http://www.infopenting.com/2010/09/kisah-tawon-dan-elang.html

Bendera - Cokelat (Lirik Lagu)

biar saja ku tak seindah matahari
tapi selalu ku coba tuk menghangatkanmu
biar saja ku tak setegar batu karang
tapi selalu ku coba tuk melindungimu

biar saja ku tak seharum bunga mawar
tapi selalu ku coba tuk mengharumkanmu
biar saja ku tak seelok langit sore
tapi selalu ku coba tuk mengindahkanmu

ku pertahankan kau demi kehormatan bangsaku
ku pertahankan kau demi tumpah darah
semua pahlawan-pahlawanku

* merah putih teruslah kau berkibar
  di ujung tiang tertinggi di indonesiaku ini
  merah putih teruslah kau berkibar
  di ujung tiang tertinggi di indonesiaku ini
  merah putih teruslah kau berkibar
  ku akan selalu menjagamu

Cerita Pendek Semut dan Belalang



Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit makan untuk dirinya.
“Apa!” teriak sang Semut dengan terkejut, “tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim panas?”
“Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan,” keluh sang Belalang; “Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu.”
Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.
“Membuat lagu katamu ya?” kata sang Semut, “Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!” Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang Belalang lagi.
Ada saatnya untuk bekerja dan ada saatnya untuk bermain.

http://www.ceritakecil.com/cerita-dan-dongeng/Semut-dan-Belalang-43

Semut yang Berhemat

Di zaman Mesir kuno, hiduplah seorang raja yang sangat terkenal keadilannya. Raja tersebut sangat mencintai rakyatnya. Bahkan raja tersebut dalam mencinta keluarganya tidak melebihi cintanya pada rakyatnya. Sehingga kalau ada anggota keluarganya yang bersalah tetaplah di hukum sebagaimana orang lain. Yang lebih istimewa lagi, raja ini juga penyayang binatang.
Karena cintanya pada binatang, suatu hari raja yang adil itu pergi berjalan-jalan menemui seekor semut. Si semut merasa senang dan bangga mendapat kunjungan dari raja. "Bagaimana kabarmu, semut?" tanya sang Raja. "Hamba baik-baik saja Baginda," jawab semut gembira. "Dari mana saja kau pergi?" "Hamba sejak pagi pergi ke beberapa tempat tetapi belum juga mendapatkan makanan, Baginda." "Jadi sejak pagi kau belum makan?" "Benar, baginda." Raja yang adil itu pun termenung sejenak. Kemudian berkata, "Hai, semut. Beberapa banyak makanan yang kau perlukan dalam setahun?" "Hanya sepotong roti saja baginda," jawab semut. "Kalau begitu maukah kau kuberi sepotong roti untuk hidupmu setahun?" "Hamba sangat senang, Baginda." "Kalau begitu, ayo engkau kubawa pulang ke istana," ujar Raja, lalu membawa semut itu ke istananya. Semut sangat gembira karena mendapatkan anugerah makanan dari sang raja. Ia tidak susah-susah lagi mencari makanan dalam setahun. Dan tentu saja roti pemberian sang raja akan lebih manis dan enak."Sekarang engkau masuklah ke dalam tabung yang telah kuisi sepotong roti ini!" perintah sang raja. "Terimakasih, Baginda. Hamba akan masuk." "Setahun yang akan datang tabung ini baru akan kubuka," ujar sang raja lagi."Hamba sangat senang, Baginda." Tabung berisi roti dan semut itu pun segera ditutup rapat oleh sang raja. Tutup tabung itu terbuat dari bahan khusus, sehingga udara tetap masuk ke dalamnya. Tabung tersebut kemudian disimpan di ruang khusus di dalam istana.



Hari-hari berikutnya sang raja tetap memimpin rakyatnya. Berbagai urusan ia selesaikan secara bijaksana. Akhirnya setelah genap setahun, teringatlah sang raja akan janjinya pada semut. Perlahan-lahan raja membuka tutup tabung berisi semut itu. Ketika tutup terbuka, si semut baru saja menikmati roti permberian raja setahun lalu."Bagaimana kabarmu, semut?" tanya sang raja ketika matanya melihat semut di dalam tabung. "Keadaan hamba baik-baik saja, Baginda." "Tidak pernah sakit selama setahun di dalam tabung?" "Tidak baginda. Keadaan hamba tetap sehat selama setahun." Kemudian sang raja termenung sejenak sambil melihat sisa roti milik semut di dalam tabung. "Mengapa roti pemberianku yang hanya sepotong masih kau sisakan separuh?" tanya sang raja. "Betul, Baginda." "Katanya dalam setahun kau hanya memerlukan sepotong roti. Mengapa tak kau habiskan?" "Begini, Baginda. Roti itu memang hamba sisakan separuh. Sebab hamba khawatir jangan-jangan Baginda lupa membuka tutup tabung ini. Kalau Baginda lupa membukanya, tentu saja hamba masih dapat makan roti setahun lagi. Tapi untunglah Baginda tidak lupa. Hamba senang sekali." Sang raja sangat terkejut mendengar penjelasaan si semut yang tahu hidup hemat. Sang raja tersenyum kecil di dekat semut. "Kau semut yang hebat. Kau dapat menghemat kebutuhanmu. Hal ini akan kusiarkan ke seluruh negeri agar rakyatku dapat mencotohmu. Kalau semut saja dapat menghemat kebutuhannya, mengapa manusia justru gemar hidup boros?""Sebaiknya Baginda jangan terlalu memuji hamba," jawab si semut. Semut itu akhirnya mendapat hadiah lagi dari raja. Sebagai tanda terimakasih karena telah mengajarinya hidup hemat


hayuuu....
belajar dari semut yukz ....


Kisah Anak Kerang

Pada suatu hari seekor anak kerang di dasar laut mengadu dan mengaduh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. Anakku, kata sang ibu sambil bercucuran air mata, Tuhan tidak memberikan pada kita bangsa kerang sebuah tanganpun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu. Sakit sekali, aku tahu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Jangan terlalu lincah lagi. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat, kata ibunya dengan sendu dan lembut. Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Ada hasilnya, tetapi rasa sakit bukan alang kepalang. Kadang di tengah kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya.

Tetapi tanpa disadarinya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang. Dan semakin lama mutiaranya semakin besar. Rasa sakit menjadi terasa lebih wajar. Akhirnya sesudah sekian tahun, sebutir mutiara besar, utuh mengkilap, dan berharga mahal pun terbentuk dengan sempurna. Penderitaannya berubah menjadi mutiara; air matanya berubah menjadi sangat berharga. Dirinya kini, sebagai hasil derita bertahun-tahun, lebih berharga daripada sejuta kerang lain yang cuma disantap orang sebagai kerang rebus di pinggir jalan.

***

Cerita di atas adalah sebuah paradigma yg menjelaskan bahwa penderitaan adalah lorong transendental untuk menjadikan "kerang biasa" menjadi "kerang luar biasa." Dengan itu dipertegas bahwa kekecewaan dan penderitaan dapat mengubah "orang biasa" menjadi "orang luar biasa." Itulah yang terjadi pada orang-orang seperti Abraham Lincoln, Nelson Mandela, Mahatma Gandhi, Kim Dae Jung, dan A.H. Nasution. Jadi jika Anda sedang menderita hari ini, apa pun sebabnya, saya sarankan: bersiap-siaplah menjadi "orang luar biasa."

Minggu, 20 Maret 2011

Bermodal Berani, Akhirnya Jadi Raja Tinta Pilkada

Seorang entrepreneur harus mampu melihat peluang di depan mata, menganalisa, dan kemudian mengambil tindakan. Hal itulah yang dilakukan pengusaha tinta khusus untuk pemilihan umum dan pilkada Slamet Riyadi.

Diawali keberaniannya mengajukan pinjaman Rp50 juta dari sebuah bank nasional pada 2004 lalu. Kini Slamet telah memiliki aset lebih dari Rp2 miliar. Pada 2004 lalu, Slamet memutuskan berhenti dari perusahaan tempat dia bekerja sebagai Manager Marketing di PT Indokor.

Awal 2004, saat pemilu dan pilpres berlangsung, temannya yang memenangkan tender tinta pilpres meminta Slamet menjadi konsultan, sekaligus sebagai formulator tinta. Setelah melihat kesuksesan rekannya, bapak tiga anak ini kemudian berpikir untuk membuka usaha pengadaan tinta sendiri pada pemilihan presiden tahap II. Kendala pertama yang dihadapi adalah ketersediaan dana yang minim.

”Saat itu, saya tidak mempunyai modal dan memberanikan diri mengajukan pinjaman sebesar Rp50 juta dari BRI. Awalnya, mereka enggan memberikan, tapi setelah mengatakan besarnya peluang dan profit margin yang bagus, akhirnya BRI memberikan pinjaman,” paparnya saat ditemui di tempat usahanya, Depok.

Feeling lulusan teknik kimia UPN Yogyakarta ini ternyata tidak salah. Setelah memenangkan tender pertamanya, seiring dengan semakin banyaknya pelaksanaan pilkada, pada 2005, kebutuhan tinta untuk pilkada semakin meningkat. Saat itulah Slamet membuka usaha CV Kharisma Chemindo dan mengikuti tender pengadaan tinta pilkada yang diadakan KPUD di berbagai daerah di Indonesia.

Dengan keahlian dan kemampuannya membuat formula tinta, dia berkali-kali memenangi tender di berbagai daerah, dan dikenal sebagai Raja Tinta Pilkada di Indonesia dengan omzet mencapai miliaran rupiah. Karena bisnis yang digelutinya terkait dengan pilkada, Slamet pun sangat hafal jadwal pelaksanaan pilkada di Indonesia.

Hal itu tidak terlepas dari strategi yang dilakukan Slamet, di antaranya dengan menggandeng pemain lokal dan meminta mereka mengikuti tender. Setelah memenangkan tender, pemain lokal akan membeli tinta pilkada dari perusahaannya.

Ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah daerah yang lebih mengutamakan pemain lokal. Hanya dalam waktu satu tahun, Slamet memutuskan untuk mengakuisisi pabrik pembuatan tinta berskala kecil di kawasan Bekasi dengan nilai Rp1 miliar.

Sekaligus mendaftarkan tinta yang kemudian diberikan branch Indoink itu kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendapatkan sertifikat halal dan BPOM untuk mendapatkan sertifikat sehat. Keberadaan pabrik dan sertifikat ternyata membuat margin keuntungan yang diperoleh Slamet semakin tinggi, yakni berkisar 40 persen.

Suatu ketika, Slamet membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak mempergunakan tinta dalam pemilu. Hal itu membuat Slamet semakin kreatif dalam menghasilkan sejumlah produk tinta di antaranya adalah tinta whiteboard dan tinta printer.

Saya membaca sebuah buku yang menyebutkan dalam berbisnis, kita harus memperdalam beberapa produk. Dari situ saya mengembangkan produk lain seperti tinta isi ulang whiteboard dan printer. Jadi, kalau suatu saat nanti pemerintah mengeluarkan kebijakan pilkada tidak pakai tinta. Saya sudah siap,” ungkapnya.

Tidak puas dengan pasar lokal, pada 2011 ini, Slamet sudah mencanangkan untuk bisa masuk ke pasar regional. Usahanya tidak sia-sia. Pada beberapa waktu lalu, dirinya dan beberapa perusahaan tinta di Indonesia ditunjuk sebagai pemasok tinta pemilu di Nigeria.

CV Kharisma Chemindo mendapatkan jatah sebanyak 300 ribu botol tinta senilai Rp3 miliar. Sekarang sedang mengincar pengadaan tinta pemilu di Mesir dan telah mengirimkan surat melalui kedutaan agar bisa dibantu.

Di sisi lain, Slamet juga terus melakukan inovasi terhadap produk yang dikembangkan. Karena itu, Slamet kembali melakukan akuisisi sebuah pabrik berskala menengah di Cikarang untuk memproduksi tinta untuk pilkada, serta berbagai produk untuk keperluan rumah tangga seperti sabun cuci cair, sabun mandi cair, sampo, cleaner untuk lantai dan toilet, serta berbagai kebutuhan rumah tangga lainnya.

”Sabun cuci piring, pelembut pakaian, karbol, pembersih lantai, detergen cair, dan sampo merupakan kebutuhan dasar yang dikonsumsi setiap rumah tangga, hotel, rumah makan, maupun rumah sakit. Produk ini juga dipakai berulang ulang. Potensi pasarnya besar sehingga tercipta permintaan pasar yang luar biasa. Apalagi jumlah penduduk Indonesia lebih besar akan menjadi peluang bisnis yang baik,” paparnya.

Karena itu, Slamet telah menganggarkan dana yang tidak sedikit untuk biaya research. Waktu yang dibutuhkan pun tidak sedikit, yakni sekira satu bulan. Namun, dia mengaku biaya dan waktu yang dikeluarkan untuk research akan sebanding dengan margin keuntungan diperolehnya, yakni lebih dari 50 persen.

Hampir setiap waktu Slamet harus memperbarui teknologi yang dipergunakan agar tidak ketinggalan zaman. Hal itu salah satunya adalah sabun motor yang berwarna hijau atau biru. Kendati fungsinya hampir sama dengan yang biasa, konsumen lebih menyukai sabun motor yang berwarna. Semua produk di luar tinta diberikan branch “DNN” yang berasal dari inisial anak Slamet. Sebetulnya dalam industri ini, orang tidak harus pandai.

Yang dibutuhkan adalah action. Inilah yang ditakuti banyak orang. Karena di sini bermain masalah uang, banyak yang takut rugi. Karena itulah, Slamet berpesan bagi yang ingin memulai usaha sebaiknya langsung melakukan action. Usaha dapat dimulai dari sekala kecil dan modal terjangkau. Artinya, jumlah yang diproduksi disesuaikan dengan jumlah modal yang dimiliki dan peralatan. ( hermansah )(Koran SI/Koran SI/ade)